Menulis Momen Spesial Kala Mengajar Bersama Bapak Munif Chatib
Dari kegiatan belajar tanggal 3 April 2020, saya hari ini mau mencoba membuat resumenya, meskupun tidak sempurna tapi saya ingin membuatnya supaya saya ingat momen SPESIAL pada saat mengajar yang nanti akan saya tulis. Karena momen-momen spesial itu yang paling berharga dan kita bisa mengabadikannya lewat tulisan.
Sebagai Awal dibukanya kuliah malam, Om Jay berkata bahwa materi malam ini adalah Menulis tentang Momen Spesial dengan narasumber Bapak Munif Chatib penulis buku best seller Gurunya Manusia dan juga pembicara nasional yang sangat berpengalaman.
Berikutnya bapak Munif Chatib yang berbicara dan memperkenalkan diri.
"Assalamulaikum Wr. Wb dan selamat malam teman-teman. Perkenalkan saya Munif Chatib narsum malam ini: Saya akan share materi saya lewat link youtube, selama 13 menit. Dapat disimak terlebih dahulu. Saya juga akan share pdf contoh artikel bebas momen spesial.
Selamat belajar,"
Berikutnya saya beserta kawan-kawan peserta belajar menulis G8 13 menit melihat tayangan video MENULIS MOMEN SPESIAL yang dilihat di https://youtu.be/-tGJsRRQrV0. Selanjutnya membaca pdf contoh artikel yang berjudul 80 MENIT DI KELAS NERAKA. Mm, serem ya. Bagaimana ceritanya? Mari kita baca sama sama ceritanya di bawah ini.
80 MENIT DI KELAS NERAKA*
Oleh : Munif Chatib
Handphone berdering. Seorang teman, kepala sekolah, meminta waktu saya untuk dapat mengajar di SMP, tepatnya di kelas 8 B. Beliau mengatakan agar sekali dayung tiga empat pulau terlampau. Pak Munif mengajar dengan strategi multiple intelligences, para guru nanti mengobservasi. Setelah itu dibahas bersama dalam pelatihan guru. Saya menyetujui dengan senang hati. Namun keringat dingin
menjalar, ketika saya tanya mengapa harus SMP Kelas 8 B?
“Itu kelas paling nakal, siswanya tidak bisa diatur. Hampir semua guru kewalahan mengajar di kelas itu. Siswanya tidak menghargai guru. Membuat 'geregetan’ guru dan akhirnya semangat guru menurun kala harus mengajar di kelas tersebut. Dan temanya adalah ‘MENGHORMATI GURU’,” jawab kepala sekolah tersebut. Saya cuma bisa menelan ludah. Membayangkan mengajar tema menghormati guru di kelas yang semua siswanya paling tidak mau menghormati guru.Tak sabar menunggu subuh, saya mulai membuat lessonplan.
Tepat pukul 08.00 saya sudah berada di sekolah tersebut. Dengan ditemani
kepala sekolah, saya mendapatkan informasi yang ‘mengerikan’ tentang kondisi siswa di kelas tersebut.
“Kami, para guru sudah habis-habisan, namun hasilnya masih tidak seberapa.
Dengan cara apalagi?” keluh kepala sekolah.
Beberapa guru bergantian cerita pengalama yang mengerikan ketika mengajar di kelas tersebut. Sembari menyebutkan beberapa nama yang termasuk ‘biang kerok’ kelas tersebut. Kaptennya adalah si Malik, sang ketua kelas. Namanya mirip dengan
nama malaikat penjaga neraka. Tanpa sadar, teman-teman guru telah membangun tembok-tembok penghalang antara saya dengan anak-anak di kelas 8 tersebut.
Tembok penghalang itu terasa memenuhi kepala saya.
Terdengar bunyi bel pertanda pergantian guru. Diiringi beberapa guru, saya menaiki tangga lantai 2. Saat melangkah saya berusaha merobohkan tembok-tembok penghalang yang memenuhi isi kepala saya. Akhirnya tepatlah saya berdiri di depan pintu kelas ‘panas’ tersebut. Dengan mengucapkan bismillah, saya memasukinya sembari saya buang semua gambaran negatif tentang siswa di kelas itu. Saya membayangkan semua siswanya baik, dapat di ajak kerja sama. Tidak ada siswa yang nakal dan kurang ajar. Semua siswa tersebut pasti akan mau menjadi sahabat saya. Dan mereka mau dengan rela mengikuti pelajaran ini. Lalu target materi tuntas.
Saya melakukan ‘positive thinking’ di depan kelas tersebut.
Dan benar, saat di dalam kelas, saya menatap wajah mereka satu persatu.
Wow luar biasa, saya melihat wajah-wajah siswa yang haus akan ilmu pengetahuan.
Wajah-wajah yang haus sentuhan pengajaran yang manusiawi. Saya memperkenalkan diri dengan cara yang unik dan meminta semua siswa mengenalkan diri dengan menyebut cita-citanya 15 tahun lagi. Hampir semuanya ingin menjadi pemain bola. Tak lupa saya langsung mendoakan mereka agar Allah mengabulkan cita-cita mereka.
“Amiiiiiiin,” serentak mereka menjawab.
Alhamdulillah, menit-menit awal saya merasa berhasil mengambil hati anakanak ‘unik’ ini. Saya tambah semangat menggilir siswa-siswa tersebut tenggelam dalam profesi masa depannya. Saya bertanya kepasa setiap siswa, mengapa ingin menjadi pemain bola. Walhasil tidak ada satupun siswa yang diam. Ternyata satu hal yang penting, anak-anak yang katanya nakal ini ternyata mempunyai mimpi, mempunyai harapan, berarti mereka mempunyai motivasi untuk belajar.
”Anak-anakku, 30 menit ke depan kita akan berdiskusi. Untuk itu saya membutuhkan seorang notulen dan moderator. Kalian dibagi menjadi 4 kelompok,
terserah terbagi atas dasar apa, pokoknya ada unsur persamaannya. Sebagai moderator saya sendiri dan notulennya saya minta dari kalian yang tulisannya bagus.”
Langsung Nasyirudin angkat tangan, siap menjadi notulen. Saya meminta semua seisi kelas memberi tepuk tangan kepada Nasyirudin.
“Nasyirudin, keberhasilan pelajaran ini 75% tergantung kepada kelihaian kamu merangkup proses dan hasil diskusi ini,” saya menegaskan.
“Siap Pak Munif,” jawab Nasyirudin dengan semangat sembari menyiapkan buku tulis dan pulpennya. “Hanya 10 detik, waktu kalian hanya 10 detik untuk membentuk 4 kelompok.
Satu, dua tiga ...,” perintah saya setengah berteriak. Maklum sudah kadung terbakar.
Praktis kelas ribut dan subhanallah tepat 10 detik, kelas sudah terbagi menjadi 4 kelompok dengan 4 nama yang dibuat mereka sendiri. Saya tambah yakin kehadiran saya benar-benar diterima oleh mereka. Lalu saya meminta setiap siswa membuka halaman kosong di buku tulisnya masing-masing. Lalu saya minta mereka menuliskan satu nama guru mereka, yang selama ini mereka anggap negatif. Apakah guru itu tidak menyenangkan, sering menyakitkan hati, atau lainnya, pokoknya yang negatif.
“Tulis satu nama guru kalian tepat ditengah kertas. Lalu di sampingnya beri tanda tanya besar. Lalu tutup kembali buku tersebut. Nanti di akhir pelajaran kita akan buka kembali,” kata saya.
Mereka berpikir sejenak. Ada yang tersenyum, saling menoleh kepada temantemannya. Ada yang geleng-gelang kepala. Saya merasa ada penghalang dan saya tahu itu. Mereka tidak enak dengan guru mereka yang sedang duduk di belakang kelas. Langsung saya berkata, Anak-anakku, jika guru tersebut ada di belakang kelas kita, tidak apa-apa.
Tulis saja lalu tutup. Tidak akan pernah ada yang tahu.”
Rupanya kata-kata saya seperti menjadi penenang buat para siswa. Dan tak lama kemudian mereka semua selesai menulis satu nama itu. Memang dengan berat
sekali nama itu ditulis.
Saya memulai diskusi dengan melemparkan sebuah masalah kepada semua kelompok. Masalahnya adalah apa saja penyebab kebanyakan siswa tidak suka kepada guru, sehingga mereka tidak menghormati guru. Apa saja penyebabnya.
“Waktu hanya 10 menit, diskusikan apa saja penyebabnya. Lalu wakil per kelompok maju untuk presentasi.”
Luar biasa, belum 10 menit mereka sudah rampung menyelesaikan masalah pertama. Yang membuat saya dan teman-teman guru terhenyak adalah presentasi setiap kelompok.
“Yang membuat guru tidak menyenangkan adalah sering memerintah mencatat terus sampai tangan saya capai.”
“Sering marah tanpa ada sebab.”
“Tidak boleh ke toilet.”
“Cerewet.”
“Sering memberi tugas berat.”
“Kalau ada siswa berantem, malah di adu.”
Saya tahu suasana kelas tiba-tiba menjadi tegang. Betapa tidak, di belakang mereka adalah guru-guru mereka. Kelas tersebut menjadi ajang curhat. Untuk mencairkan suasana, saya meminta semuanya bertepuk tangan. Masalah pertama telah selesai, dan si notulen dengan giat terus menulisnya.
Saya menantangnya dengan masalah kedua.
Saya menantangnya dengan masalah kedua.
“Coba diskusikan lagi masalah kedua. Apa yang harus kalian usulkan kepada para guru agar masalah pertama tidak terjadi. Sehingga hubungan antara siswa dengan guru menjadi harmonis.”
Kembali kelas ramai berdiskusi. Dan mereka kembali melakukan presentasi yang luar biasa. Perhatikan apa sebenarnya yang diinginkan para siswa kelas ‘terheboh’ itu.
“Mestinya kami lebih banyak diperhatikan oleh guru.”
“Mestinya kami sering diajak bicara oleh guru.”
“Mestinya kami lebih sering diajak membuat kesepakatan-kesepakatan.”
“Mestinya guru harus percaya kepada kami, tanpa mencatat berlembar-lembar,
kami mau belajar.”
“Apa mungkin guru mengunjungi rumah kami, agar tahu kami ini adalah keluarga yang tidak lengkap.”
Dan klimaksnya, terlontar pernyataan:
“Mestinya kami harus disamakan dengan anak yang lain. Tidak dicap nakal.”
Saya langsung meminta mereka serius dalam menjawab pertanyaan pamungkas dari saya.
“Apa jika keinginan kalian dipenuhi, di kelas ini akan terjadi keadaan yang harmonis antara guru dengan kalian? Apakah kalian mau dengan rela dan ikhlas memandang guru kalian seperti orangtua kalian layak yang dihormati?”
Mereka serempak menjawab ‘mau’ dan mengangguk. Lalu saya menuliskan di papan tulis untuk di salin oleh siswa di buku tulisnya. Saya menggunakan metode mind map untuk mencatat. Saya tulis di tengah-tengah MENGHORMATI GURU. Lalu saya tarik garis ke atas dengan frase ARTI HORMAT (WHAT). Lalu garis menyamping
MENGAPA GURU DI HORMATI (WHY). Dan garis ke bawah SELANJUTNYA
BAGAIMANA (WHAT NEXT)? Pada frase ARTI HORMAT, saya tarik garis-garis
cabang antara lain kerjasama, saling percaya, memberikan respon positif, tanggung jawab, dan bicara yang santun. Sedangkan pada MENGAPA GURU DIHORMATI?, saya menarik cabang-cabang antara lain merekalah pemberi ilmu, pengubah perilaku negatif, pengajar cara berpikir, sumber profesi dan menyelamatkan dunia dan akhirat.
Puncaknya pada frase WHAT NEXT?, dengan tegas saya tulis, harus mengikuti pelajaran, menyelesaikan target belajar, berterima kasih kepada guru dan memohon
maaf secepatnya jika mempunyai salah.
Dengan antusias semua siswa mencatat mind map di buku tulisnya. Ada yang berbeda dari biasanya. Mereka menulisnya dengan posisi landscape dan dimulai dari tengah. Saya menantang siswa untuk nanti malam di salin kembali ke dalam kertas gambar A3 dengan warna warni. Setelah selesai mencatat, saya bertanya,
“Apakah kalian enjoy dengan mencatat model seperti ini? Capai gak?”
“Asyiikkk, gak capai ...,” jawab mereka serempak.
Lalu saya minta mereka membuka kembali kertas yang berisi nama guru yang tidak disukai, yang mereka tulis di awal belajar. Kembali saya meletupkan emosi mereka.
“Coba adik-adik, bayangkan wajah guru yang kalian tulis. Ada tanda tanya
disana. Apa maksudnya? Tidak lain adalah pertanyaan yang harus kalian jawab
dengan hati kecil kalian. Apa benar mereka cerewet? Apa benar mereka galak?
Sehingga tidak kalian sukai atau bahkan membencinya. Apa benar? Coba jawab
dengan nurani kalian. Setelah kalian tahu merekalah yang akan menyelamatkan dunia dan akhirat kalian.Merekalah yang berusaha cita-cita kalian terwujud, yang ingin jadi pemain bola, dokter, pelaut bahkan pembalap. Apa kalian sadar, dari guru yang namanya kalian tulis itulah keinginan kalian akan mulai terwujudkan. Lalu apa pantas sekarang kalian mengatakan mereka tidak menyenangkan? Ayo bagi yang merasa masih punya hati, silahkan berdiri, bangkit, temui guru yang kalian tulis tersebut. Ucapkan permohonan maaf yang benar-benar dari hati. Kapan lagi kalau tidak sekarang. Ayo berdiri cari guru kalian.
Dan selanjutnya, ada airmata yang mengucur antara guru dan siswa.
Alhamdulillah saya ucapkan kehadirat Allah SWT, saya berhasil menutup 80 menit mengajar dengan cantik. Siswa memahami pengertian tentang sikap menghormati, mengapa guru harus dihormati dan bagaimana cara siswa menghormati guru dalam kehidupan sehari-hari.
*Disadur dari buku Gurunya Manusia, karya Munif Chatib
Setelah membaca artikel tersebut, maka kami berdiskusi dengan moderator OmJay. Banyak sekali komentar dan pertanyaan yang diajukan ke pa Munif.
Disini saya hanya menguti beberapa saja yang saya masih ingat dari pembicaraan di WA grup, yaitu
Cara Menulis Momen Spesial
Ada tiga tahapan menulis special momen. Tahapan tersebut adalah:
- Catat/ rekam kejadian momen special pada saat terjadi.
- Elaborasi, mencari data-data pendukung terhadap momen special. Data dapat berupa fakta, saat bertanya, atau kita menambahkan imajinasi.
- Menulis. Menulis ini dapat dilakukan apabila data telah terkumpul, setelah itu kita dapat menuliskannya dalam bentuk artikel bebas.
Dan satu pertanyaan dan komentar yang saya ajukan lewat Om Jay yaitu:
"Setelah membaca pengalaman proses pembelajaran pa munif, saya menjadi terinfirasi untuk menceritakan pengalaman pribadi selama mengajar, tetapi karena siswa dan kelas yang saya ajar banyak dan bervariasi membuat bingung untuk memulai. Kira kira ada triknya tidak supaya kita tidak bingung mau nulis yang mana dulu, karena banyak pengalaman belajar bersama siswa yang mengesankan, kalau ada mohon bagi trik2nya. Terima kasih."
Pa Munif menjawab
"Triknya adalah kumpulkan saja dalam bentuk kalimat pendek ttg banyaknya kejadian. hanya dikumpulkan saja. lalu utk menulisnya harus satu persatu. Jangan kepikiran semua untuk ditulis. Mulailah dari yg kita mudah utk menulisnya. Insyallah nanti lanar .."
OK, TERIMA KASIH BANYAK, SAYA SENANG SEKALI
UNIH: "Keren materi hari ini, terasa tidak ada beban, menginfirasi dan memotivasi untuk menuliskan pengalaman mengajar, belajar terasa sebentar pengalaman belajar hari ini menjadi momen yang spesial🙏🏻 terima kasih Om Jay terima kasih pa Munif"
Salam Blogger Persahabatan
Unih
https://unih789.blogspot.comz
https://unih789.blogspot.comz
Asyiknya menulis pengalaman belajar siswa
ReplyDelete